Tugas Kelompok
1.
Desy Ambarwati (12213232)
2. Dheny
Ananda Arfa (12213323)
3. Siti
Afshokhus (18213517)
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Bab
8 : Pengertian Budaya Organisasi
Dan Perusahaan, Hubungan Budaya Dan Etika, Kendala Dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis
Pengertian Budaya Organisasi dan
Perusahaan, Hubungan Budaya dan Etika, Kendala dalam Mewujudkan Kinerja
Bisnis Etis
v Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins (2007), memberikan 7
karakteristik budaya sebagai berikut :
1. Inovasi dan keberanian mengambil
resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif
dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail yaitu
sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian
pada hal-hal detil.
3. Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana
manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan
untuk mencapai hasil tersebut.
4. Berorientasi kepada manusia yaitu
sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut
atas orang yang ada di dalam organisasi.
5. Berorientasi pada tim yaitu sejauh
mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
6. Agresivitas yaitu sejauh mana orang
bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7. Stabilitas yaitu sejauh mana
kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam
perbandingannya dengan pertumbuhan.
Budaya organisasi adalah sebuah
sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu
organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah
sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
v Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki fungsi
yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas
tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi
budaya organisasi sebagai berikut :
1. .Budaya menciptakan pembedaan yang
jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas
bagi anggota-anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya
komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual
seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang
tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat
makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
v Pedoman Tingkah Laku
Tingkah laku merujuk kepada tindakan
atau tindak balas sesuatu objek atau organisma, biasanya sehubungan dengan
persekitarannya. Ia bersifat:
1. Sedar atau separa sedar
2. Nyata atau terselindung
3. Rela atau tidak
4. Sejadi atau dipelajari.
Tingkah laku haiwan dikawal oleh
sistem endokrin dan sistem saraf, dengan kerumitannya bergantung kepada
kekompleksan sistem sarafnya. Umumnya, organisma yang mempunyai sistem saraf
yang kompleks lebih berupaya mempelajari gerak balas yang baharu dan justera,
dapat menyesuaikan tingkah lakunya.
v Apresiasi Budaya
Penghargaan dan pemahaman atas suatu
hasil seni atau budaya.
Apreciate is to judge the value of;
to feel that a thing is good and understand in what way it is good ( Michael Philip West, cs : The new
Methode English Dictionary) dan Sudah ada dalam jiwa manusia sejak lahir serta
harus ditumbuhkan dan ditingkatkan secara terus menerus dengan baik.
v Hubungan Etika Dan Budaya
Hubungan antara Etika dengan
Kebudayaan : Meta-ethical cultural relativism merupakan cara pandang secara
filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut,
kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan
kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang
yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika erat kaitannya dengan moral.
Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi
sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan
tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran
yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut
danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku
dimana kita tinggal dan kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik atau buruknya suatu perbuatan
itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan
norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai
dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang
Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan
yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini
merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu premis yang disebut dengan
“Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles derive their validity from
cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak
sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan suatu pengembangan premis yang
lebih kokoh.
v Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis
adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar
individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan
berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan
yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan, maka akan berpotensi menjadi
dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam
peningkatan kinerja karyawan. Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika
seseorang dari tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan
keputusan. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau
terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada. Budaya perusahaan
memberikan sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan
akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan
perusahaannya.
v Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di
Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala.
Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
- Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang
lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan
campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi
laporan keuangan.
- Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul
karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara
peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik
antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh
sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan
kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa
jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
- Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya
sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi
membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak
yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi
ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan
peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
- Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis
bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di
pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis
menegakkan norma-norma etika.
- Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar