Minggu, 08 Januari 2017

Tugas Etika Bisnis Pertemuan Ketiga



Desy Ambarwati
12213232
4EA29
Mata Kuliah : Etika Bisnis (Softskill)
Sub Pokok Bahasan : Pemalsuan
Contoh kasus:
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar.

Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.

Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut :
1)    Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2)   Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui     manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad    akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3)   Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4)   Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.

Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.

Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.

Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.

Saran :
Menurut saya, sebagai seorang Akuntan dituntut untuk profesionalisme dan jujur dalam melaksanakan tugasnya. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya seharusnya menjadi tujuan utama seorang akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui kinerja kedepannya. segala bentuk penyelewengan dan kesalahan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus dan ditindak secara tegas.


Sumber :


Tugas Kelompok Etika Bisnis Bab 7



Tugas Kelompok
1.      Desy Ambarwati (12213232)
2.      Dheny Ananda Arfa (12213323)
3.      Siti Afshokhus (18213517)
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Bab 7          : Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam dan Barat, Etika Profesi

Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam dan Barat, Etika Profesi
·         Beberapa Aspek Etika Bisnis dalam Islami
1.    Kesatuan
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
  1. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.


  1. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.

  1. Tanggung Jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.

  1. Kebenaran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.

  • Teori Ethical Egoism
Dalam teori ini memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang/kekayaan, bisa pula berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.

  • Teori Relativisme
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban etika tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu menggunakan kriterianya masing-masing dan berbeda setiap budaya atau negara.

  • Konsep Deontology
Deontologi berasal dari kata deon yang berarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatannya. Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi” seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu  prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik. Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti  perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, murah hati, dsb sebagai keseluruhan.


  • Pengertian Profesi
Definisi yang sangat luas, profesi adalah sebuah pekerjaan yang secara khusus dipilih, dilakukan dengan konsisten, kontinu ditekuni, sehingga orang bisa menyebut kalau dia memang berprofesi di bidang tersebut. Definisi lebih sempit, profesi adalah pekerjaan yang ditandai oleh pendidikan dan keterampilan khusus. Sedangkan definisi yang lebih khusus lagi, profesi ditandai oleh tiga unsur penting yaitu pekerjaan, pendidikan atau keterampilan khusus, dan adanya komitmen moral/nilai-nilai etis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: “Profesi : bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran, dan sebagainya tertentu.” Menurut Sonny Keraf (1998) : “Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan tinggi dan dengan melibatkan pribadi (moral) yang mendalam.”

  • Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar & baik & apa yang tidak benar & tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.

  • Prinsip Etika Profesi
  1. Prinsip Tanggung Jawab
Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas profesi yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung jawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar diatas rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
2.      Prinsip Keadilan
Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam  kaitannya dengan profesi yang dimilikinya. 
3.  Prinsip Otonomi
Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri. Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
4.  Prinsip Integritas Moral
Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat luas.

Sumber :

Tugas Kelompok Etika Bisnis Bab 8



Tugas Kelompok
1.      Desy Ambarwati (12213232)
2.      Dheny Ananda Arfa (12213323)
3.      Siti Afshokhus (18213517)
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Bab 8          : Pengertian Budaya Organisasi Dan Perusahaan, Hubungan Budaya Dan Etika, Kendala Dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis

Pengertian Budaya Organisasi dan Perusahaan, Hubungan Budaya dan Etika, Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis

v  Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins (2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1.      Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
2.      Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
3.       Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4.      Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
5.      Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
6.      Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7.      Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
v  Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1.      .Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2.      Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.      Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
4.      Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5.      Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

v  Pedoman Tingkah Laku
Tingkah laku merujuk kepada tindakan atau tindak balas sesuatu objek atau organisma, biasanya sehubungan dengan persekitarannya. Ia bersifat:
1.      Sedar atau separa sedar
2.      Nyata atau terselindung
3.      Rela atau tidak
4.      Sejadi atau dipelajari.
Tingkah laku haiwan dikawal oleh sistem endokrin dan sistem saraf, dengan kerumitannya bergantung kepada kekompleksan sistem sarafnya. Umumnya, organisma yang mempunyai sistem saraf yang kompleks lebih berupaya mempelajari gerak balas yang baharu dan justera, dapat menyesuaikan tingkah lakunya.



v  Apresiasi Budaya
Penghargaan dan pemahaman atas suatu hasil seni atau budaya.
Apreciate is to judge the value of; to feel that a thing is good and understand in what way it is good ( Michael Philip West, cs : The new Methode English Dictionary) dan Sudah ada dalam jiwa manusia sejak lahir serta harus ditumbuhkan dan ditingkatkan secara terus menerus dengan baik.
v  Hubungan Etika Dan Budaya
Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical cultural relativism merupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.
v  Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan. Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dari tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada. Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
v  Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
  1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
  1. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
  1. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
  1. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
  1. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.



Sumber :